Kembali
Social Project II: Perjuangan Lika Nurut Tamami, Melawan Kekerasan Perempuan dan Anak
Ditulis : Admin
Minggu, 16 Juni 2024

“Masyarakat di tingkat desa masih tertutup terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan ketika ada sebuah kasus mereka enggan untuk turut bersuara,” ungkap Lika Nurut Tamami.
Lika adalah seorang alumnus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sebagai aktivis perempuan yang menempuh studi Hukum Keluarga Islam, Lika melihat faktor kekerasan perempuan akan berpengaruh terhadap pola asuh.
Sebagai fasilitator Forum Anak Kabupaten Pasuruan yang terlibat langsung dalam advokasi kekerasan terhadap perempuan dan anak, Lika memahami betul dampak fatal kekerasan terhadap perempuan dan anak. Baginya, kekerasan ini bukan hanya menyakiti fisik, tetapi juga merenggut hak dan masa depan mereka.
"Misalnya ketika seorang suami melakukan tindakan kekerasan terhadap istrinya, maka tidak menutup kemungkinan juga akan melakukan tindakan serupa kepada anaknya. Peristiwa seperti ini akan membuat anak takut dan menjadi pribadi yang tertutup," tutur Lika.
Tekad Lika untuk mengubah situasi ini semakin kuat saat ia mengikuti Gus Dur School for Peace (GDSP) Batch V. Di sana, ia terinspirasi oleh 9 Nilai Utama Gus Dur dan semakin optimis untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak.
"Belajar tentang nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan di GDSP semakin membuka mata saya tentang pentingnya melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan," kata Lika dengan penuh semangat.
Berbekal ilmu dan semangat baru, Lika menginisiasi proyek sosial “Pelatihan Toleransi dan Jenis Kekerasan kepada Kelompok Teman Toleransi” yang dilaksanakan pada 3 Maret 2024, diikuti oleh “Talkshow Interaktif Pelibatan para Stakeholder dalam Mewujudkan Lingkungan yang Damai” pada 10 Maret 2024. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Balai Desa Oro-orobulu, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan.
"Kedua pelatihan ini kami fokuskan kepada para ibu-ibu dan remaja untuk memahami apa itu kekerasan terhadap perempuan dan memahami pola pengasuhan anak yang baik," jelas Lika.
Dalam kegiatan tersebut, Lika mengundang berbagai narasumber, seperti Sekretaris Desa, akademisi, dan fasilitator Forum Anak Kabupaten Pasuruan. Mereka berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pola asuh yang ideal.
"Pada sesi talkshow, kami menekankan pada pola asuh anak yang baik. Di mana saat ini, masih ada kasus pemaksaan terhadap anak agar mereka tidak melanjutkan sekolahnya, karena dinilai setelah sekolah mereka tidak akan jadi apa-apa," kata Lika prihatin.
Melalui pemaparan materi yang interaktif dan diskusi yang terbuka, Lika berhasil membuka ruang bagi para peserta untuk mengekspresikan diri dan berbagi pengalaman mereka.
"Saya melihat ibu-ibu merasa bisa mengekspresikan dirinya dengan bercerita, mereka merasa bisa didengar keluhannya yang selama ini mereka alami. Mereka juga merasa dihargai dan sadar bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama," jelas Lika dengan penuh optimisme.
Lika menyadari bahwa mengubah mindset masyarakat membutuhkan waktu dan usaha yang berkelanjutan. Namun, ia yakin bahwa dengan edukasi dan kesadaran, budaya kekerasan dapat dihapuskan dan digantikan dengan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang bagi perempuan dan anak.
"Mungkin perilaku ini sulit diubah secara instan, tapi setidaknya kita harus memulainya terlebih dahulu. Setidaknya dari sisi pengetahuan dan persepsi soal parenting dan kekerasan terhadap anak, masyarakat mulai mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan," pungkas Lika dengan penuh tekad.
Kisah Lika Nurut Tamami adalah inspirasi bagi kita semua untuk berani menentang ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak. Dengan semangat dan kegigihannya, Lika menunjukkan bahwa perubahan positif dimungkinkan, bahkan di tengah komunitas yang masih mengamini budaya kekerasan dalam mendidik anak.
Bagikan Artikel: